Agar seorang wanita berhasil mengemban tugas mulia, maka dia
perlu menyiapkan dalam dirinya faktor-faktor yang sangat menentukan dalam hal
ini, ustadz solmed dan ustadz lain sering
membahas mengenai ini juga loh di beberapa ceramah nya . di antaranya:
1- Berusaha memperbaiki diri sendiri.
Faktor ini sangat penting, karena bagaimana mungkin seorang
ibu bisa mendidik anaknya menjadi orang yang baik, kalau dia sendiri tidak
memiliki kebaikan tersebut dalam dirinya? Sebuah ungkapan Arab yang terkenal
mengatakan:
فاقِدُ
الشَّيْءِ لا يُعْطِيْهِ
“Sesuatu yang tidak punya tidak bisa memberikan apa-apa”[8].
Maka kebaikan dan ketakwaan seorang pendidik sangat
menetukan keberhasilannya dalam mengarahkan anak didiknya kepada kebaikan. Oleh
karena itu, para ulama sangat menekankan kewajiban meneliti keadaan seorang
yang akan dijadikan sebagai pendidik dalam agama.
Dalam sebuah ucapannya yang terkenal Imam Muhammad bin Sirin
berkata: “Sesungguhnya ilmu (yang kamu pelajari) adalah agamamu (yang akan
membimbingmu mencapai ketakwaan), maka telitilah dari siapa kamu mengambil
(ilmu) agamamu”[9].
Faktor penting inilah yang merupakan salah satu sebab utama
yang menjadikan para sahabat Nabi menjadi generasi terbaik umat ini dalam
pemahaman dan pengamalan agama mereka. Bagaimana tidak? Da’i dan pendidik
mereka adalah Nabi yang terbaik dan manusia yang paling mulia di sisi Allah
Ta’ala, yaitu Nabi kita Muhammad bin Abdillah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Makna inilah yang diisyaratkan oleh Allah Ta’ala dalam firman-Nya,
{وكيف تكفرون وأنتم تتلى
عليكم آيات الله وفيكم
رسوله}
“Bagaimana mungkin (baca: tidak mungkin) kalian (wahai para
sahabat Nabi), (sampai) menjadi kafir, karena ayat-ayat Allah dibacakan kepada
kalian, dan Rasul-Nya pun berada di tengah-tengah kalian (sebagai pembimbing)”
(QS Ali ‘Imraan:101).
Contoh lain tentang peranan seorang pendidik yang baik
adalah apa yang disebutkan dalam biografi salah seorang Imam besar dari
kalangan tabi’in, Hasan bin Abil Hasan Al Bashri[10], ketika Khalid bin
Shafwan[11] menerangkan sifat-sifat Hasan Al Bashri kepada Maslamah bin Abdul
Malik[12] dengan berkata: “Dia adalah orang yang paling sesuai antara apa yang
disembunyikannya dengan apa yang ditampakkannya, paling sesuai ucapan dengan
perbuatannya, kalau dia duduk di atas suatu urusan maka diapun berdiri di atas
urusan tersebut…dan seterusnya”, setelah mendengar penjelasan tersebut Maslamah
bin Abdul Malik berkata: “Cukuplah (keteranganmu), bagaimana mungkin suatu kaum
akan tersesat (dalam agama mereka) kalau orang seperti ini (sifat-sifatnya) ada
di tengah-tengah mereka?”[13].
Oleh karena itulah, ketika seorang penceramah mengadu kepada
Imam Muhammad bin Waasi’[14] tentang sedikitnya pengaruh nasehat yang
disampaikannya dalam merubah akhlak orang-orang yang diceramahinya, maka
Muhammad bin Waasi’ berkata, “Wahai Fulan, menurut pandanganku, mereka ditimpa
keadaan demikian (tidak terpengaruh dengan nasehat yang kamu sampaikan) tidak
lain sebabnya adalah dari dirimu sendiri, sesungguhnya peringatan (nasehat) itu
jika keluarnya (ikhlas) dari dalam hati
maka (akan mudah) masuk ke dalam hati (orang yang mendengarnya)” [15].
2- Menjadi teladan yang baik bagi anak-anak.
Faktor ini sangat berhubungan erat dengan faktor yang
pertama, yang perlu kami jelaskan tersendiri karena pentingnya.
Menampilkan teladan yang baik dalam sikap dan tingkah laku
di depan anak didik termasuk metode pendidikan yang paling baik dan utama.
Bahkan para ulama menjelaskan bahwa pengaruh yang ditimbulkan dari perbuatan
dan tingkah laku yang langsung terlihat terkadang lebih besar dari pada
pengaruh ucapan[16].
Hal ini disebabkan jiwa manusia itu lebih mudah mengambil
teladan dari contoh yang terlihat di hadapannya, dan menjadikannya lebih
semangat dalam beramal serta bersegera dalam kebaikan[17].
Oleh karena itulah, dalam banyak ayat al-Qur’an Allah Ta’ala
menceritakan kisah-kisah para Nabi yang terdahulu, serta kuatnya kesabaran dan
keteguhan mereka dalam mendakwahkan agama Allah Ta’ala, untuk meneguhkan hati
Rasululah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dengan mengambil teladan yang baik
dari mereka[18]. Allah Ta’ala berfirman,
{وكلا نقص
عليك من أنباء الرسل
ما نثبت به فؤادك،
وجاءك في هذه الحق
وموعظة وذكرى للمؤمنين}
“Dan semua kisah para Rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah
kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu; dan dalam surat ini telah
datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang
beriman” (QS Hud:120).
Syaikh Bakr Abu Zaid, ketika menjelaskan pengaruh tingkah
laku buruk seorang ibu dalam membentuk kepribadian buruk anaknya, beliau
berkata,
“Jika seorang ibu tidak memakai hijab (pakaian yang menutup
aurat), tidak menjaga kehormatan dirinya, sering keluar rumah (tanpa ada alasan
yang dibenarkan agama), suka berdandan dengan menampakkan (kecantikannya di
luar rumah), senang bergaul dengan kaum lelaki yang bukan mahramnya, dan lain
sebagainya, maka ini (secara tidak langsung) merupakan pendidikan (yang berupa)
praktek (nyata) bagi anaknya, untuk (mengarahkannya kepada) penyimpangan
(akhlak) dan memalingkannya dari pendidikan baik yang membuahkan hasil yang
terpuji, berupa (kesadaran untuk) memakai hijab (pakaian yang menutup aurat),
menjaga kehormatan dan kesucian diri, serta (memiliki) rasa malu, inilah yang
dinamakan dengan ‘pengajaran pada fitrah (manusia)’ “[19].
Sehubungan dengan hal ini, imam Ibnul Jauzi membawakan
sebuah ucapan seorang ulama salaf yang terkenal, Ibarahim al-Harbi[20]. Dari
Muqatil bin Muhammad al-‘Ataki, beliau berkata: Aku pernah hadir bersama ayah
dan saudaraku menemui Abu Ishak Ibrahim al-Harbi, maka beliau bertanya kepada
ayahku: “Mereka ini anak-anakmu?”. Ayahku menjawab: “Iya”. (Maka) beliau
berkata (kepada ayahku): “Hati-hatilah! Jangan sampai mereka melihatmu
melanggar larangan Allah, sehingga (wibawamu) jatuh di mata mereka”[21].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar